Oleh : Zavier Zubery | 193200080
Fakultas Komputer dan Teknik Alma Ata – Pada bulan Oktober lalu, Google didenda sebesar Rp1,2 triliun dilansir dari kompas.com denda tersebut didapat Google dari pengadilan negara bagian Arizona, Amerika Serikat (AS) disebabkan karena kedapatan melacak lokasi pengguna secara illegal.
Kini, Google kembali melakukan kesalahan yang sama dan harus membayar denda sekitar Rp6,1 triliun kepada 40 negara bagian Amerika Serikat termasuk Oregon dan Nebraska, usai kalah dalam gugatan terkait pelacakan lokasi, denda tersebut lebih besar dari yang ditanggung google dari pengadilan negara bagian Arizona.
Denda tersebut merupakan denda terbesar yang pernah dibayarkan oleh Google dan denda terbesar dalam sejarah AS terkait masalah privasi pengguna. Raksasa teknologi itu telah dituntut di 40 negara bagian karena menyesatkan pengguna agar mengira mereka mematikan pelacakan lokasi di pengaturan mereka. Faktanya, Google masih mengumpulkan informasi tentang pergerakan pengguna.
Selain pembayaran ini, Google telah setuju untuk membuat pelacakan lokasi dan kontrol pengguna secara signifikan lebih transparan mulai tahun depan sebagai bagian dari upaya penyelesaian.
“Selama bertahun-tahun Google telah memprioritaskan keuntungan di atas privasi penggunanya,” kata Jaksa Agung Oregon Ellen Rosenblum yang memimpin kasus tersebut bersama dengan Jaksa Agung Nebraska Doug Peterson, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Engadget.
“Google merupakan perusahaan licik dan pandai menipu. Konsumen yang sudah mematikan fitur lokasi mengira mereka aman dari pelacakan, namun ternyata tidak,” ujar Ellen, dikutip KompasTekno dari LATimes, Selasa (15/11/2022).
Google telah setuju untuk membayar denda ini. Juru bicara Google Jose Castaneda mengatakan perusahaan telah meningkatkan kebijakan privasi yang ditentang oleh puluhan negara bagian AS tahun lalu.
“Sejalan dengan peningkatan yang telah kami lakukan selama beberapa tahun terakhir, kami juga memperbarui kebijakan privasi kami yang ada beberapa tahun lalu dan percaya bahwa masalah ini telah teratasi,” jelas Jose.
Berawal dari laporan pada 2018 yang dibuat oleh Associate Press yang menampilkan bukti bahwa google melacak data lokasi bahkan setelah pengguna meminta untuk tidak melakukannya. Dalam laporan tersebut ditunjukan bahwa mematikan pengaturan location history atau riwayat lokasi tidak menghentikan google untuk mengetahui dimana lokasi pengguna berada.
Jaksa Agung memberikan tudingan bahwa Google melanggar undang-undang perlindungan konsumen negara bagian dengan menyesatkan konsumen tentang praktik pelacakan lokasi setidaknya sejak 2014.
Jaksa juga menunjukkan bahwa ini adalah penyelesaian perlindungan konsumen terbesar yang pernah dibuat oleh negara bagian AS.
Menurut siaran pers dari Kejaksaan Agung Oregon, penyelesaian kasus ini mengakibatkan Google menyetujui beberapa hal, antara lain:
- Tampilkan informasi tambahan kepada pengguna setiap kali mereka mengaktifkan atau “menonaktifkan” pengaturan akun berbasis lokasi.
- Memberikan informasi pelacakan lokasi yang sangat penting bagi Anda
- Data lokasi apa yang dikumpulkan Google dan bagaimana data tersebut digunakan di situs web “Teknologi Lokasi” lalu dibeberkan kepada pengguna.