Migrasi TV Analog ke TV Digital, apa aja dampak baik-buruknya?

Migrasi TV Analog ke TV Digital, apa aja dampak baik-buruknya?
TV Digital

Photo by Carl Heyerdahl on Unsplash

Oleh : Agfa Oktaviana | 193200037

Fakultas Komputer dan Teknik Alma Ata – Terbentuknya rancangan Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengimbas pada TV analog yang akan hilang digantikan oleh TV digital pada tahun 2022. Keputusan itu tertuang dalam ayat 2 pasal 60A UU Ciptaker yang menyebut migrasi penyiaran televisi analog ke teknologi digital dan penghentian siaran analog (analog switch off)  diselesaikan paling lambat dua tahun sejak berlakunya UU tersebut.

Heru Sutadi seorang pengamat telekomunikasi menilai bahwa perpindahan televisi analog ke digital adalah sebuah keniscayaan. Sebab, teknologi sudah berkembang dan pengguna televisi mendambakan tayangan dengan kualitas yang lebih bagus.”Sehingga digitalisasi memang sesuai dengan tuntutan teknologi dan keinginan masyarakat”, ujar Heru. Selasa, (6/10).

Heru menyampaikan bahwa negara ASEAN sudah sepakat untuk melakukan digitalisasi televisi paling lambat dilaksanakan pada tahun 2020. Bahkan, ia juga mengatakan inisiatif dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dijadikan acuan internasional dalam mengalokasikan frekuensi 700 MHzs sebagai dampak digital dan bonus digital.

Dampak kerugian adanya perubahan migrasi ini akan menimpa banyak lembaga penyiaran. Sebab, alokasi frekuensi yang selama ini sangat melekat bagi lembaga penyiaran akan ditarik dan dialokasikan ke penyelenggara multiplexer. Selain itu, infrastruktur untuk televisi digital di seluruh wilayah Indonesia bisa tersedia hingga batas akhir ASO. Namun, Heru menekankan adanya kerjasama antar pihak agar bisa berjalan dengan lancar.

Pemerintah juga harus memberi perhatian terkait adanya televisi lokal dalam proses migrasi televisi ini. Sebab, Heru melihat televisi lokal akan tetap dinikmati jika konten dan kualitas gambarnya bagus. Di samping itu, Nonot Harsono seorang pengamat telekomunikasi menilai bahwa tidak ada pihak yang dirugikan atas perubahan migrasi televisi ini. Sebab, berdasarkan penglihatan Nonot teknologi saat ini sudah tersedia. “Coba cek di toko mana yang masih ada TV tabung CRT (Cathcode Ray Tube). Kan sudah lama hanya ada TV flat LCD (Liquid Crystal Display) kemudian beralih ke LED (Light Emitting Display) dan maju lagi ke organic LED”, ujar Nonot.

Meskipun adanya migrasi televisi analog ke digital, masih ada masyarakat yang menggunakan tv analog, namun tidak dalam jumlah banyak. “Dan bisa disubsisi alat converter yang disebut set top box (STB)”, imbuhnya. Dari semua itu, yang jelas akan merasakan dampak kerugian dengan adanya kebijakan adalah masyarakat yang enggan untuk berpindah dari televisi analog ke televisi digital.

Sumber : cnnindonesia.com

0 Comments

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Open chat
Silahkan berkirim pesan kepada kami perihal Penerimaan Mahasiswa Baru..
Terimakasih